Apakah kematian itu? Definisi mati menurut ilmu kedokteran
senantiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Dahulu kala ketika ilmu
kedokteran masih belum maju, seseorang itu baru dikatakan mati jika
telah berhenti bernafas dan paru-parunya tidak bergerak lagi. Beberapa
dasawarsa kemudian ternyata didapati seseorang yang sudah tidak
bernafas beberapa lama terjatuh ke dalam air es yang dingin, ternyata
masih hidup karena jantungnya masih dapat berdetak lemah. Definisi mati
pun berubah. Seseorang baru dikatakan mati jika jantungnya berhenti
berdetak.
Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, ternyata didapati orang
yang masih hidup meskipun jantungnya sudah berhenti berdetak, karena
ternyata batang otaknya masih berdenyut. Padahal sudah dipastikan
detak jantung dan gerak paru-parunya sudah berhenti. Serta merta
berubah pula definisi mati dalam Ilmu Kedokteran, di mana seseorang
baru dapat dikatakan mati jika batang otaknya telah berhenti berdenyut.
Di masa yang akan datang, seiring dengan semakin majunya Ilmu
Kedokteran, bisa saja definisi mati menurut sudut pandang ilmu itu akan
berubah lagi.
Sebaliknya, menurut sudut pandang agama, definisi mati tidak pernah berubah. Seseorang dikatakan mati jika nyawa orang itu dicabut atau diperintahkan mati oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Definisi ini tidak pernah berubah sejak zaman manusia pertama, sampai ke zaman manusia terakhir.
Firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam surat Ali Imran ayat 185:
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati……”
Dan Firman Allah surat Al-Waqi’ah ayat 60:
“Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,”
Ayat-ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa matinya seseorang
itu karena telah menemui ajalnya dan dicabutnya nyawa orang tersebut.
Maka matilah orang itu….!
Sebab-Sebab Kematian
Proses kematian mempunyai banyak sebab. Seseorang bisa menemui
ajalnya sebab sakit, sebab mengalami kecelakaan, sebab jatuh, sebab
terbakar, sebab tenggelam, sebab dibunuh, dan lain sebagainya. Semua
itu hanyalah sebab seseorang menemui kematiannya. Namun kesemua sebab
kematian itu adalah sebab yang semu saja, karena di dunia ini adalah negeri sebab sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw: “Segala sesuatu mempunyai sebab”. Artinya tidak ada sesuatu di dunia ini yang terjadi tanpa sebab. Semua yang terjadi mesti mempunyai sebab belaka
Dalam Islam yang menjadi sebab kematian yang pasti dan benar, tidak semu, adalah jika seseorang telah menghabiskan seluruh rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah kepada orang itu.
Sering orang simpang siur jika ditanyakan kenapa seseorang masih
hidup. Ada yang mengatakan bahwa seseorang itu masih hidup karena masih
sehat. Padahal berapa banyak orang yang sehat wal afiat yang mengalami
kematian mendadak. Ada lagi yang mengatakan seseorang itu masih hidup
karena masih berusia muda. Padahal kenyataannya, berapa banyak orang
yang baru saja dilahirkan beberapa detik kemudian mati menemui ajalnya.
Adalagi yang mengatakan orang belum mati karena orang itu kaya dan
bisa berobat kemana saja bila mengalami sakit, padahal berapa banyak
dokter ahli penyakit yang kaya raya pun mengalami kematian juga.
Kesemua ini adalah menunjukkan berapa banyak kesalahan cara pandang
manusia tentang mati itu.
Kematian tidak ada hubungannya dengan sehat, kaya, tua, ataupun muda. Di dalam Pri-Bahasa Melayu dikatakan: “Putik gugur bunga pun gugur”,
artinya: mati itu dapat terjadi tanpa memandang usia atau pun keadaan
seseorang. Kematian tidak pandang bulu….! Yang jelas seseorang itu
akan mati jika, pertama; telah menemui ajalnya, dan yang kedua; habisnya rezeki yang disediakan Allah untuknya.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Sesungguhnya Ruhul Quddus (malaikat Jibril) menghembuskan ke dalam jiwaku bahwa seseorang tidak akan pernah mati sehingga rezekinya dan ajalnya dipenuhi.
Maka bertakwalah kamu kepada Allah dan indahkanlah saat meminta
sesuatu kepada-Nya. Ambillah apa yang halal dan tinggalkanlah apa-apa
yang haram”. (HR. Abu Nu’aim, dalam kitab Al Hilyah Jilid I Halaman 2238, dan Imam Suyuti dalam kitab Al Jami’ul Kabir, Jilid I halaman 2239). Dan lihat juga tafsir Qurthubi jilid 16 halaman 48 pada surat Asy Syura ayat 51.
Dari keterangan hadis di atas jelaslah bagi kita bahwa seseorang itu
baru akan mati jika rezeki yang disediakan Allah untuknya habis. Jika
seluruh rezeki yang sudah ditetapkan untuk seseorang sudah habis
dinikmati orang itu, maka detik itu juga nyawanya akan dicabut dan dia
pun mati, bersua dengan ajalnya. Sedikit pun seseorang tidak berhak dan
tidak akan dapat mengambil rezeki yang sudah ditetapkan Allah untuk
orang lain.
Jangan
salah sangka dengan prilaku para koruptor yang dapat mengambil
milyaran rupiah uang orang lain atau uang rakyat Indonesia. Mereka itu
hanya dapat mengambil harta milik orang lain dan memindahkan harta
orang itu menjadi miliknya. Tapi harta itu sebenarnya bukanlah rezeki
si pelaku korupsi dan bukan pula rezeki orang lain yang dicurinya itu.
Semua itu hanya harta benda yang dimiliki sementara saja tapi bukan
sebagai rezeki yang ditetapkan Allah untuk mereka. Islam mengajarkan
bahwa harta yang dimiliki oleh seseorang belum tentu merupakan rezeki
untuk orang tersebut.
Rezeki adalah sesuatu pemberian Allah yang mesti diambil dan
dinikmati oleh si pemilik rezeki. Namun rezeki yang dinikmati itu
tidaklah mesti milik seseorang itu sendiri. Rezeki seseorang bisa
saja milik orang lain. Contohnya : Ada seseorang yang tidak memiliki
mobil, tapi dia dapat pergi naik mobil kesana kemari dengan gratis. Hal
ini dapat dilihat pada diri seorang supir. Tegasnya, harta milik kita
belum tentu rezeki kita. Begitu juga sebaliknya, rezeki yang kita
nikmati belum tentu berasal dari harta milik kita. Betapa seringnya
kita menjumpai makanan yang disediakan orang lain dengan susah payah
dari hartanya sendiri, dimasak dan diolahnya sedemikan rupa,
dihidangkan di atas meja makan yang indah dan bersih, kemudian kita
tiba-tiba dipanggil untuk menikmati makanan itu tanpa membayar
sepeserpun……?
Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 37 :
Artinya : “……….. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan banyaknya”
Jika sesuatu sudah ditetapkan Allah sebagai rezeki seseorang, maka
akan ada banyak cara dibuatkan Allah agar orang itu dapat menikmati
rezekinya itu. Kalau memang sudah rezeki , maka jika bukan kita yang
mendatangi rezeki kita, maka rezeki kita itulah yang akan mendatangi
kita. Jika ada buah apel yang merupakan rezeki kita di Washington DC
sana, maka paling tidak ada dua cara untuk kita mendapatkan rezeki itu.
Pertama, mungkin kita yang pergi ke sana dan memakan apel itu di sana,
atau kedua, apel itu yang datang ke Indonesia dan menemui kita untuk
kita makan. Tidak peduli apakah dengan usaha dan memakai harta kita
sendiri atau bukan.
Ada kesalah fahaman di tengah kaum muslimin sekarang ini, dimana
banyak di antaranya mengatakan jika seseorang tidak bekerja mencari
rezeki pastilah orang tersebut tidak akan memperoleh rezekinya. Padahal
berapa banyak orang yang tidak bekerja di penjara-penjara dan
rumah-rumah tahanan mereka setiap hari mendapat rezeki juga? Dan berapa
banyak pula orang yang terbaring tidak berdaya di rumah sakit yang
tetap mendapatkan rezeki dari Allah berupa makanan dan minuman, bahkan
rezeki itu mesti disuntikkan melalui lobang hidung mereka, karena
mereka tidak kuasa lagi untuk menelan makanan dan minuman itu.
Dengan demikian, sebagai orang beriman tidak selayaknya seseorang
itu repot dan panik dalam urusan rezeki. Selama umur masih melekat
dalam badan, itu artinya rezeki yang disediakan Allah untuk kita belum
habis. Tinggal kita berusaha untuk mencari dan memperoleh rezeki
tersebut dengan cara yang halal agar menjadi nilai ibadah di sisi
Allah. Dan, bukan sebaliknya, malah memburu rezeki melalui sebab-sebab
dan cara yang haram yang hanya akan menjadi dosa saja bagi kita.
Rasul bersabda: “Orang yang bersusah payah dalam mencari rezeki yang halal adalah orang keramat di sisi Allah.”
Semoga kita adalah salah satu dari orang keramat itu…. Amin……
Wallahu A’lam Bishshowab
sumber :http://tengkuzulkarnain.net
http://blog.its.ac.id
Friday, 28 December 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment